GURU: Digugu dan Ditiru
Karya: Agus Purnomo, S.Si

By MTSN1LAMTIM 17 Sep 2021, 11:33:26 WIB Sekitar Kita
GURU: Digugu dan Ditiru

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam segala urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Dan salah satu yang berperan untuk mencapai itu semua adalah jasa seorang guru. Guru sebagai tenaga profesional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif. Karena itu, profesi guru merupakan profesi yang bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Guru dalam filosofi Bahasa Jawa adalah sebuah kata yang mempunyai makna "digugu lan ditiru". Maksud dari digugu lan ditiru adalah bahwa seorang guru harus bisa memenuhi 2 kata tersebut, yakni pertama digugu yang artinya bahwa perkataannya harus bisa dijadikan panutan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban tersebut baik yang berupa alasan-alasan maupun bukti-bukti yang logis dalam penyampaian sesuatu terhadap siswanya maupun kepada masyarakat umum. Maka dari itu seorang guru harus mempunyai kewibawaan juga wawasana yang cukup tinggi, sebab apapun yang diucapkannya akan dianggap benar oleh murid-muridnya.

Yang kedua, sosok seorang guru harus bisa ditiru, baik tingkah lakunya, segala hal yang diucapkannya (pengetahuannya), semangatnya, dan budi pekertinya harus bisa dijadikan teladan. Sehingga dengan terpenuhinya kedua kata tersebut yaitu "digugu lan ditiru" maka tujuan pendidikan niscaya akan dicapai dengan baik. Profesi seorang guru tidaklah hanya semata-mata sebuah pekerjaan yang mengajar anak didik. Tetapi, tugas dan peran guru jauh lebih berat dan sangat mulia, yaitu menyiapkan masa depan bangsa . Hasil karya guru sangat diharapkan untuk bisa melukis masa depan Indonesia, sebagai ujung tombak dan penentu masa depan bangsa. Sosok seorang guru harus mampu menjadi teladan pembelajar yang tidak henti-hentinya untuk terus belajar dan menstransfer ilmunya kepada anak didik demi meraih masa depannya dan demi kemajuan bangsa tercinta ini. (http://www.topickita.com/2015/12/filosofi-guru-digugu-lan-ditiru.html)

Guru yang memiliki kompetensi dalam memahami problematika pembelajaran. Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai “ahli” pada disiplin ilmu tertentu. Belajar adalah proses agar siswa dapat menemukan potensi dan jati dirinya terhadap disiplin ilmu. Dengan belajar, siswa seharusnya mendapat ruang yang lebih besar untuk menambah “pengalaman”. Siswa lebih membutuhkan „pengalaman” dalam belajar, bukan “pengetahuan”, dalam konteks inilah, guru harus memiliki kompetensi yang cukup dalam proses pembelajaran. Dukungan kompetensi guru yang memadai pada akhirnya akan meniadakan problematika pembelajaran yang bertumpu pada kurikulum dan garis besar program pengajaran. Kompetensi guru adalah titik sentral proses pembelajaran saat ini. Kompotensi guru harus berpijak pada kemampuan guru dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan kegairahansiswa dalam belajar.

Guru yang kompeten adalah guru yang dapat mengubah kurikulum pembelajaran menjadi unit pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral interaksi guru dan siswa harus dibuat bergairah. Kurikulum tidak semestinya mengungkung kreativitas guru dalam mengajar. Kurikulum, yang katanya sudah memadai harus benar-benar dapat diwujudkan dalam praktik kegiatan belajar-mengajar yang optimal, tidak hanya menjadi simbol dalam memenuhi target pembelajaran. Kesan pembelajaran di sekolah saat ini hanya mengarah pada penguasaan materi pelajaran harus dapat diubah menjadi kompetensi siswa.

Guru sebaiknya menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas. Cara mengajar guru yang sekadar duduk di depan kelas atau bertumpu pada ceramah menajdi bukti kurangnya kompetensi guru. Penciptaan suasana belajar yang dinamis, produktif, dan profesional harus menjadi spirit bagi para guru. Dengan demikian, guru memang pantas menjadi sosok yang dapat membentuk kepribadian siswa yang kokoh, baik secara intelektual, moral, maupun spiritual. Pentingnya kompetensi guru ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyatakan “guru harus memiliki kompetensi pedagogis, profesional, sosial, dan kepribadian.”

Sekali lagi, guru layak „digugu” apabila memiliki kompetensi yang dapat dipercaya. Sikap Guru adalah indikator yang menjadikan guru pantas ditiru. Sekalipun sibuk mengurus sertifikasi atau kesejahteraan, guru harus memiliki sikap bangga dan patriotrik terhadap profesi yang dipilihnya. Sikap guru yang terlalu biasa, kurang positif terhadap mata pelajaran tidak pantas terlihat pada diri siswa. Bangga mengajar mata pelajaran yang menjadi spesialisasinya adalah sikap guru yang utama. Sikap bangga inilah yang akan menjadikan guru lebih bergairah dalam mengajar sehingga dapat memberi nilai tambah, di samping proses pembelajarn menjadi menarik.

Ketahuilah, sikap guru adalah keteladanan siswa terhadap mata pelajaran yang diikutinya. Proses pembelajaran di kelas yang monoton dan membosankan, harus diakui lebih banyak disebabkan oleh lemahnya sikap guru dalam mengajar. Siswa yang malas mengikuti pelajaran tertentu lebih banyak dipengaruhi oleh sikap guru yang acuh terhadap mata pelajarannya sendiri. Kondisi ini menjadikan siswa tidak bergairah, under estimate saat mengikuti pelajaran di kelas.

Konsekuensinya, siswa tidak memiliki kesadaran dan pemahaman akan pentingnya mata pelajaran yang diajar guru tersebut. Upaya membenahi sikap guru dalam mengajar menjadi sangat penting. Sikap guru merupakan cerminan kualitas dan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, beberapa indikator penting bagi guru untuk membenahi sikap dalam mengajar antara lain adalah:

1) memiliki orientasi pembelajaran yang bersifat praktis, bukan teoretik,

2) kegiatan belajar yang harus bertumpu pada siswa dalam memperoleh pengalaman,

3) berorientasi pada kompetensi siswa yang sesuai dengan kompetensi guru,

4) kemampuan menyederhanakan materi pelajaran,

5) melibatkan aspek kreativitas dalam kegiatan belajar,

6) menerapkan sistem evaluasi belajar yang dapat diukur siswa, dan 7) memiliki metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Jika demikian, guru pantas „ditiru” apabila memiliki sikap dalam pembelajaran yang dapat diteladani.

Ketika kita telah memilih menjadi guru. Atau merasa telah menjadi guru. Maka target terbesar yang harus diemban adalah guru harus mampu menyatakan bahwa "anak-anak yang saya ajarkan dulu, kini mereka bisa bekerja sendiri seolah-olah saya sudah tidak ada". Karena guru itu lebih penting daripada apa yang ia ajarkan. Guru yang baik itu ibarat lilin; membakar dirinya sendiri demi menerangi jalan orang lain. Sungguh, guru yang layak digugu dan ditiru pada dasarnya pasti dapat direalisasikan. Sejauh dilandasi kompetensi dan sikap guru yang positif dalam mengajar. Maka guru memang pantas digugu dan ditiru. Oleh karena itu, guru harus melibatkan hati dalam mengajar, tidak cukup hanya pikiran. Kompetensi dan sikap guru adalah agenda penting profesi guru saat ini dan di masa mendatang. Caranya, guru harus lebih membuka diri untuk terus belajar, kreatif dalam mengajar, dan menyetarakan pengetahun dan cara mengajar. (http://www.kompasiana.com/syarif1970/menjadikan-guru-lebih-digugu-dan-ditiru-selamat-hari-guru_58371177367b61b00b97c979)

Slogan guru digugu dan ditiru ini memiliki makna yang dalam bagi kehidupan seorang guru. Landasan falsafah di balik slogan ini adalah bahwa sosok seorang guru dapat dipercaya dan ditiru. Hal ini mengisayaratkan bahwa dalam berbagai kegiatan kehidupan, masyarakat berharap guru sebagai tauladan. Ketika di sekolah guru menjadi panutan bagi siswanya. Dalam konteks sekolah, guru dipercaya karena diharapkan guru akan selalu menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan yang bermanfaat bagi kehidupan siswanya baik secara akademis maupun pribadi. guru juga diharapkan bertingkahlaku sesuai dengan azas moral dan adat istiadat setempat.

Secara komulatif diharapkan hasil pendidikan di sekolah dengan anak didik yang berasal dari berbagai keluarga yang berlatar belakangnya berbeda akan menjadi kelompok masyarakat yang madani. Sekolah yang penyenggaraannya harus dipimpin oleh para guru memiliki peranan penting bagi tumbuh kembangnya masyarakat. Tingkah laku yang muncul di masyarakat mau tidak mau tetap diwarnai oleh apa yang dianut oleh para guru, yang didalamnya ada kelompok kepala sekolah dan pengawas sekolah, dalam menyelenggarakan proses mendidik. Bertanggung jawab Ketika seseorang memutuskan untuk mengambil profesi menjadi guru, maka ia harus memahami bahwa ia sedang memutuskan untuk menjadi bagian dari kehidupan individu-individu yang dididiknya. Secara bawah sadar, anak didik yang bernaung di kelasnya berharap banyak bahwa mereka akan mendapat berbagai pengetahuan dan kemampuan untuk bekali hidupnya. Harapan tersebut tentu saja juga merupakan harapan orang tua, masyarakat, dan negara.

Selain itu wujud tanggung jawab seorang guru adalah pada keasadaran dirinya untuk menjadi tauladan bagi lingkungan. Masyarakat pada umumnya melihat guru sebagai ukuran moral seseorang. Mereka tidak perlu tahu seorang guru mengajar dimana dan mengampu pelajaran apa, ketika disebut guru maka yang terpikir adalah sosok seorang yang menampilkan sikap moral yang luhur. Ketika terdengar pelanggaran yang bersifat moral dilakukan oleh seorang guru maka seolah-olah kecaman jauh lebih berat. Oleh sebab itu tanggung jawab untuk menampilkan diri sebagi sosok yang dipercaya baik oleh siswa maupun masyarakat menjadi sangat penting.

Untuk menjadi sosok yang tetap dipercaya seorang guru perlu meningkatkan berbagai pengetahuannya, bukan hanya pengetahuan tentang mata pelajaran yang ditekuni saja. Pengetahuan tentang seluk beluk perkembangan fisik dan mental anak wajib dipahami oleh setiap individu agar guru bisa membantu siswa lebih maksimal. Pengetahuan merancang proses pembelajaran yang bervariasi juga mutlak dikuasai guna memahami cara mengelola kelas yang memberi kesempatan anak didik untuk belajar. Guru perlu menguasai pengetahuan untuk memimpin dan menfasilitasi pembelajaran secara menyeluruh. Masih banyak lagi tentunya daftar pengetahuan yang perlu dikuasai oleh seorang guru. Namun seluas apapun pengetahuan seorang guru belum akan berdampak pada pelaksanaan tugas profesinya sebelum diwujudkan dalam ketrampilan dan kecakapan praktis serta tingkah laku.

Komunitas sekolah dan kelas memiliki fungsi sebagai laboratorium yang dinamis bagi para guru, termasuk di dalamnya kepala sekolah maupun pengawas sekolah untuk mengasah ketrampilan mengajar, mendidik, dan memimpin berdasarkan pengetahuan yang dikuasai. Di dalam kelas guru mengimplementasikan pengetahuan pengelolaan siswa, aktifitas dan materi ajar, guna memenuhi hasrat belajar setiap individu anak didik. Setiap saat guru wajib melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan di kelas. Dengan demikian guru secara otomatis meningkatkan ketrampilan dan sikapnya. Guru dalam setiap langkahnya diharapkan memiliki tujuan untuk mningkatkan kapasitas siswanya. Dalam kelas dimana setiap anak memiliki hak untuk berkembang, menuntut guru untuk selalu bersikap adil dalam melayani anak didik. Keadilan mengelola siswa adalah wujud upaya guru agar tetap dipercaya baik oleh siswa maupun masyarakat. (http://www.kompasiana.com/itjechodidjah/guru-itu-digugu-dan-ditiru_54f82b87a33311ae608b4cf1)

Sepuluh atau lima belas tahun yang lalu seorang guru sering disapa oleh orang tua peserta didk dengan salam dan sapaan santun, “Selamat pagi pak guru.” Atau jika berpapasan dengan peserta didik akan menoleh dan menyapa kita sambil membungkukkan badan. Perasaan susah, capek, dan lelah serasa lenyap seketika. Dalam hati kita akan berkata, “Ternyata jadi guru adalah pekerjaan yang mulia.” Walaupun mendapatkan gaji yang hanya cukup untuk makan dan memenuhi kehidupan sehari-hari.Berbeda dengan beberapa tahun belakangan ini, sebagian orang menganggap bahwa profesi guru seperti pekerjaan pada umumnya. Orang tua dan peserta didik tidak menoleh dan menyapa guru lagi. Padahal gaji guru sudah layak dengan tambahan tunjangan sertifikasi pendidik yang diberikan pemerintah. Sebagian besar guru menganggap, bahwa rutinitas hari-hari kerjanya adalah datang ke sekolah, masuk kelas saat ada jam pelajaran, duduk di kantor melaksanakan tugas-tugas administratif. Saat lonceng pulang berbunyi, selesailah tugas sebagai guru.

Padahal menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru pasal 1 menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang dimaksud merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai,dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru meliputi:

1). Kompetensi Pedagogik

Dalam memenuhi kompetensi pedagogik guru miminal mampu bediri di depan kelas dengan tersenyum. Senyum guru menandakan bahwa guru mampu mengelola pembelajaran dan tidak bingung apa yang harus dilakukan. Guru memahami bahwa peserta didik adalah sekumpulan manusia yang unik, memiliki keterbatasan dan keistimewaan dengan segala jenis perilaku yang mereka cerminkan. Guru bertindak sebagai sutradara (pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar) yang mengatur aktivitas peserta didik di kelas. 

2). Kompetensi Kepribadian

Guru yang menjadi idola peserta didik adalah guru yang memiliki kepribadan yang baik. Jika setiap peserta didik kita tanya, “Guru seperti apa yang paling kamu suka?” Maka jawabnya pasti seragam yaitu: (1) Guru yang baik hati, (2) Guru yang penyayang, (3) Guru yang tidak suka menyalahkan, guru yang toleran (4) Guru yang tidak pilih kasih, (5) Guru yang rajin masuk kelas, (6) Guru yang tidak ragu-ragu, (7) Guru yang bias memberikan contoh, dan bukan guru yang hanya biasa memerintah, (8) Guru yang pintar. Hal ini membuktikan bahwa, kepribadian guru menjadi panutan bagi peserta didik. Pada saat peserta didik mengidolakan gurunya, maka proses pembelajaran akan berlangsung dengan penuh kasih sayang.

3). Kompetensi Sosial

Guru sebagai bagian dari masyarakat dituntut untuk mampu berkomunikasi lisan, tulis. Saat ada kegiatan di masyarakat, guru sering diminta untuk memimpin kegiatan yang mengharuskan komunikasi. Oleh karena itu menjadi guru diharapakan tidak gagap teknologi, mampu menempatkan diri sebagai guru di hadapan peserta didik (akrab namun tidak menjadi bahan olokan), bergaul secara ramah saling menghormati dan menghargai baik terhadap sesama guru, rekan kerja yang lain, kepala sekolah, orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar.

4). Kompetensi Profesional

Guru saat dinyatakan sebagai tenaga professional maka kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi profesional. Kompetensi profesional akan tercerimin pada saat bediri di depan kelas, sanggup membimbing siswa menggali ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diampunya. Menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu. (http://www.kompasiana.com/ropingi-pingi/guru-adalah-yang-digugu-dan-ditiru_57c188ad6623bdc114cf9c92)

Dengan demikian jika profesi guru sudah menjadi pilihan hidup, maka konsekuensi yang harus kita lakukan adalah berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi seluruh kompetensi yang disyaratkan. Akhirnya mulai saat ini, sebagai seorang guru mari kita remajakan kembali tekad, untuk menjadi guru yang professional, memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional, serta melaksanakan tugas keprofesian sepenuh hati, menjadi guru yang dapat digugu dan ditiru sehingga pahala akan terus mengalir walaupun telah wafat. Wallahu a’lamu bisshawab.




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

View all comments

Write a comment